Senin, 31 Maret 2014

Kenalan Dulu Yuuks...


Hi All...welcome to my newest blog...
           Kenalan dulu yuukkk! makasih ya udah mau berkunjung ke blog ku, hope u all enjoy it! tapi sebelumnya aku mohon maaf jika ada ketidaknyamanan dalam membaca catatanku ini, maklum ceritanya masih amatiran gitu (deuuu...modus bangets) 
               Sebenarnya udah lama pengen ngeblog, malah dulu pasang targetan mau program ODOP (kalo boleh mengadop ODOJ yang lagi naek daun ]p..) alias One Day One Postingan. walhasil, aku udah punya blog sebelumnya, tapi kayak kerakap tumbuh di batu,  hidup segan mati tak mau..hihi..kalau mau kunjungi blogku di darekesmas yaa... Naah..kalo blog ini, spesial wabilkhusus ku buat untuk Mr. Chandra my lecturer atas mandat beliau, please kasi koment ya paak, plus nilai A gituu.. (yang laen, woles aja kali'..)
                Nah pren pren, kali ini mau ngenalin tempat kerjaku yang telah jadi rumah keduaku selama lebih dari 9 tahun. Namanya UPK Puskesmas Banjar Serasan, puskesmas kecil memang, tapi jangan kuatir, pelayanan tetap prima lho...#narsis.com berikut sedikit foto yang bisa kubagi ya..


 Ini tampak depan kantorku


Walaupun kecil, sebenarnya bisa jadi taman atau Taman Obat Keluarga (Toga) sih.. ntar deh hari Jumat pas Gerakan Jumat Bersih kita bebenah lagi..sebenarnya landskapnya udah lebih bagus, cuma kebetulan ini foto yang kuambil pas sebelum perbaikan ringan Puskesmas...


Sekian aja dulu ya bro n sis, ntar besok-besok kita sambung lagi ya..
Caiyoo...

Pemberdayaan Perempuan Dalam Kesehatan Reproduksi

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM KESEHATAN REPRODUKSI

PENDAHULUAN
Kesetaraan  perempuan  dan  laki-laki  telah  menjadi  pembicaraan  hangat dalam  beberapa dasawarsa  terakhir.  Melalui  perjalanan  panjang  untuk  meyakinkan  dunia bahwa  perempuan  telah  mengalami  diskriminasi  hanya  karena  perbedaan  jenis kelamin,  dan  perbedaan  secara  sosial  (gender),  akhirnya  pada  tahun  1979 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui Konvensi mengenai penghapusan segala  bentuk  diskriminasi  terhadap  perempuan.  Konvensi  ini  lebih  dikenal dengan  istilah  CEDAW  (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) dan  menjadi  acuan  utama  untuk  Hak  Asasi  Perempuan (HAP).  Konvensi  ini  sebenarnya  telah diratifikasi  oleh  Indonesia  pada  tahun 1984  menjadi  UU  No.  7/1984,  tetapi  tidak  tersosialisasikan  dengan  baik oleh negara. 
Pelayanan  kesehatan  perempuan  Indonesia  masih  terus diperjuangkan agar mendapat perhatian setara  dan tidak dinomorduakan. Berdasarkan data SDKI 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yaitu 228 per  100.000  kelahiran  hidup.  Jika mengacu pada target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, pemerintah perlu bekerja keras mewujudkan target tersebut. Penyebab kematian ibu selain karena perdarahan, preeklampsia/eklamsia dan infeksi, juga adalah tingginya paritas seorang ibu yang diikuti rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Angka  kematian  ibu  ini  dapat  dijadikan  indikator  rendahnya pelayanan kesehatan yang diterima ibu dan anak serta rendahnya akses informasi yang dimiliki ibu dan anak.
Wanita di Indonesia juga dibebani dengan tugas dan tanggung jawab reproduksi. Hasil SDKI 2007 menunjukkan lebih dari 95% pengguna alat kontasepsi pada Pasangan Usia Subur (PUS) adalah wanita yang berarti tingkat keterlibatan laki-laki dalam upaya kesehatan reproduksi amat rendah padahal laki-laki/suami  memiliki hak yang setara dengan perempuan/istri. Hal  ini  menunjukkan  bahwa  pemerintah  belum serius  dan  merata  dalam  pemberian  pelayanan  kesehatan  khususnya  bagi perempuan. 
Menurut penelitian Fatimaningsih (2008), kualitas perempuan dalam bidang kesehatan menuntut untuk ditingkatkan. Indikator yang perlu diperhatikan adalah terbatasnya sarana dan prasarana yang mudah terjangkau perempuan, baik untuk pencegahan penyakit maupun pengobatan. Kondisi ini membuat ketergantungan perempuan pada laki-laki untuk pengambilan keputusan yang berdampak pada kesehatan perempuan masih tinggi. contohnya penentuan untuk ke dokter, keikutsertaan KB, penanganan gagal KB, periksa kehamilan, hingga persalinan, dan lain sebagainya.
Rendahnya kualitas kesehatan perempuan masih terasa pula akibat dari konstruksi budaya yang menempatkan kualitas gizi untuk anak laki-laki dan suami jauh lebih penting daripada anak perempuan. Permasalahan lain yang perlu dicermati adalah rendahnya pemahaman perempuan tentang kesehatan reproduksi (Fatimaningsih, 2008).

PEMBAHASAN
Pemberdayaan perempuan adalah upaya pemampuan perempuan untuk memperoleh akses dan control terhadap sumber daya, ekonomi, politik, social, budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri (Saptandari, 2010).
Menurut PBB , pemberdayaan perempuan memuat 5 (lima) komponen yang harus terpenuhi yaitu peningkatan kepercayaan diri perempuan, hak perempuan untuk memiliki dan mengambil keputusan, hak  mendapatkan akses dan control terhadap sumber daya dan kesempatan, hak  berkarir di dalam maupun di luar rumah dan hak berperan pada perubahan sosial (PBB, 2003)
Pedoman pemberdayaan perempuan PBB terkait pemenuhan hak reproduksi sehat seorang wanita menyatakan bahwa focus kegiatan pemberdayaan peremuan terletak pada upaya promosi reproduksi dan perilaku seks yang sehat serta pemenuhan hak reproduksi wanita dan remaja putri (PBB, 2003)
Beberapa permasalahan dalam pemberdayaan kesehatan perempuan di Indonesia adalah:
1.      Minimnya perencanaan membentuk keluarga
Menikah, mengandung dan melahirkan dalam pandangan sebagian besar masyarakat di Indonesia merupakan kodrat perempuan, sehingga  menepiskan upaya perencanaan keluarga. Seorang perempuan dikatakan sempurna bila telah menikah dan memiliki anak sehingga tugas perempuan adalah mengandung, melahirkan dan mengasuh anak (Khasanah, 2010).
2.      Meningkatnya jumlah kasus HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS)
Menurut  estimasi  WHO,  sampai  dengan  Juni  2000  terdapat  sekitar  34,3 juta  orang  dewasa  dan  anak  mengidap  HIV/AIDS  dan  lebih  dari  18  juta  yang meninggal.  Ternyata  95%  dari  jumlah  tersebut  berada  di  negara  berkembang, 52 ribu kasus terjadi di Indonesia. Dari kasus HIV/AIDS di Indonesia tersebut, 70 persen  adalah  ibu  rumah  tangga  yang  menjadi  korban  tidak  langsung  dari penyebaran  HIV  ini  (laki-laki  sebagai  penyebar  potensial tertinggi).  Hal  terjadi  karenan  infeksi  HIV  di  seluruh  dunia  terjadi  melalui hubungan seks antara laki-laki dan perempuan. Dan hampir 80% perempuan yang mengidap HIV/AIDS hanya berhubungan dengan satu pria, suaminya (Jalil, 2010)
Terkait dengan pemberdayaan perempuan, permasalahan peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS dan PMS terjadi  salah satunya karena perempuan kurang memiliki hak dalam pemenuhan kebutuhan seksualnya. Contohnya pasangan seksual menolak pengguunaan kondom yang dapat melindungi dari penyakit menular seksual.
3.      Aborsi yang tidak aman
WHO  memperkirakan  di  Asia Tenggara  4,2  juta  aborsi  dilakukan  setiap  tahunnya  dan  Indonesia  berkontribusi sekitar 750.000 sampai 1,5 juta kasus. Dari jumlah tersebut 2.500 di antaranya berakhir dengan kematian (Siswono, 2005).
Frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung secara akurat karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika ada kopmplikasi sehingga perlu dirawat di Rumah sakit. Berdasarkan perkiraan dari BKKBN, ada 2 juta kasus aborsi yang dilakukan di Indonesia. Berarti ada 2 juta nyawa melayang dan 2 juta nyawa terancam dengan resiko perdarahan, infeksi hingga sepsis dan beresiko infertilitas di kemudian hari (www.aborsi.org, 2014).
Utomo  dkk  (2002)  dalam  penelitiannya  di  10 kota  besar  dan  6  kabupaten,  menemukan  bahwa  pertahun  terdapat  2  juta  kasus aborsi, atau 37 aborsi per 1000 perempuan usia 15-49 tahun, atau 43 aborsi per 100  kelahiran  hidup,  atau  30%  kehamilan.  Dari sisi perbandingan jumlah aborsi di kota dan desa hampir sama. Kasus aborsi di perkotaan dilakukan secara diam-diam oleh tenaga kesehatan, sebanyak 73  %.  Sedangkan  di  pedesaan  sebagian  besar  dilakukan  secara  diam-diam  oleh dukun,  sebanyak  84%. 
Aborsi  yang  dilakukan  secara  diam-diam  inilah  yang menempatkan  perempuan  harus  menanggung  resiko  tidak  adanya  perlindungan pemerintah   termasuk  bila  terjadi  kematian  karena komplikasi perdarahan dan infeksi.
Faktor-faktor  penentu  yang  mempengaruhi  aborsi  terdapat  pada  level individu,  keluarga/masyarakat  dan  negara.  Ketiga  level  tersebut  memiliki keterkaitan satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan. Pengaruh dari ketiga level tersebut berdampak pada banyaknya praktek aborsi tidak aman (unsafe abortion) yang  mengakibatkan  pada  tingginya  AKI  di  Indonesia.  Selama  aborsi  dianggap bertentangan  dengan  hukum,  maka  tidak  mungkin  diatur  pelayanan  aborsi  yang aman. Selama tidak ada aturan mengenai pelayanan aborsi yang aman, maka akan terus  terjadi  praktek  aborsi  secara  diam-diam  dan  cenderung  tidak  aman  karena dilakukan tanpa prosedur maupun standar operasional kesehatan yang jelas yang dapat dijadikan sebagai pedoman.
Dari  sudut  pandang  moralitas,  aborsi  dan  kematian  ibu  keduanya dipermasalahkan  karena  sama-sama  mengancam  kelangsungan  hidup  janin  dan ibu.  Namun,  perlu  didudukkan  dalam  proporsinya  masing-masing,  manakah pilihan  yang  lebih  bermanfaat  dalam  menyelesaikan  masalah kesehatan reproduksi ini. Aborsi tidak harus mengorbankan kehidupan bila masih dalam taraf kehidupan sel. Tetapi membiarkan praktek aborsi tidak aman  lebih  berbahaya  karena  membiarkan  nyawa  perempuan.
Tingginya  angka  aborsi  tidak  aman  di  Indonesia  yang  diikuti  dengan tingginya  resiko  kematian  ibu  hendaknya  tidak  dilihat  sebagai  sesuatu  yang berdiri sendiri, tetapi dikarenakan berbagai faktor penentu baik di level individu, keluarga  atau  masyarakat  maupun  negara. 
Faktor  penentu  pada  level  individu antara  lain  karena  kegagalan  alat  kontrasepsi,  masalah  kesehatan,  psikologis, ekonomi dan ketidak tahuan cara pencegahan kehamilan dengan benar. Pada level keluarga  dan  masyarakat,  faktor  penentunya  antara  lain  karena  kemiskinan, pengetahuan  anggota  keluarga  termasuk  suami  yang  rendah,  pandangan  agama yang  sempit,  tidak  mampu  mengakses  pelayanan  aborsi  yang  aman  dan  stigma takut  dan  malu  jika  diketahui  orang  lain.  Sementara  faktor  penentu  pada  level negara  adalah  adanya  larangan  aborsi  dengan  alasan  apapun  di  Indonesia,
sebagaimana  dinyatakan  dalam  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Pidana  (KUHP) pasal 346-349 dan Undang-Undang Kesehatan nomor 23/1992 pasal 15 ayat 1 dan 2 (Jalil, 2010).
Melihat  kenyataan  lambatnya  penurunan  besaran  AKI  yang  dapat dianggap  sebagai  salah  satu  petunjuk  kurangnya  komitmen  pemerintah  terhadap kesejahteraan  perempuan,  salah  satu  harapan  yang  dapat  menurunkan  dengan cepat  AKI  dan  meningkatkan  secara  nyata  kesejahteraan  perempuan  adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian perempuan itu sendiri. Jika perempuan dapat lebih mandiri memutuskan ingin melanjutkan atau mengakhiri kehamilan serta mendapat akses pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, angka aborsi beresiko ini dapat ditekan.
4.      Kehamilan yang tidak dikehendaki
Seperti  bahasan sebelumnya, kehamilan yang tidak diinginkan menjadi penyumbang angka aborsi tidak aman terbesar. Selain reesiko aborsi, keehamilan yang tidak diinginkan berakibat pada rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dilahirkan seorang perempuan. Solusi permasalahan ini terletak pada peningkatan akses informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi seorang perempuan, sehingga ia dapat memutuskan kapan saat terbaik untuk memiliki anak.
5.      Praktik kesehatan yang merugikan  seperti sunat pada wanita
Di dunia internasional, sunat perempuan disebut-sebut sebagai praktik yang melanggar hak asasi manusia. Di Indonesia, sunat perempuan pernah dilarang pada tahun 2006, akan tetapi baru-baru ini menjadi kontroversi kembali dengan keluarnya Permenkes RI No. 1636 yang berisikan panduan bagi tenaga medis untuk melakukan sunat perempuan. Kajian mengenai sunat perempuan memerlukan telaah lebih lanjut. Namun hal penting terkait pemberdayaan perempuan yang ingin diangkat dalam hal ini adalah sepatutnya seorang perempuan terutama ibu mendapatkan informasi yang benar mengenai sunat perempuan dalam pandangan medis dan tinjauan agama/budaya sehingga dapat memutuskan hal terbaik untuk dirinya sendiri atau anak perempuannya.
6.      Diskriminasi gizi pada wanita
Kesehatan ibu merupakan hal penting karena ibu yang sehat akan melahirkan anak yang sehat pula. Namun terkadang perempuan terbentur dengan pandangan sosial budaya yang masih mempercayai pantangan terhadap makanan, atau sikap mendahulukan kepentingan gizi kepala keluarga dibanding perempuan atau ibu (Khasanah, 2010).
7.      Pernikahan usia dini
Salah satu permasalahan pemberdayaan perempuan adalah perempuan tidak memiliki hak menentukan keputusan reproduksi  yaitu menikah. Keputusan ini seringkali berada ditangan orang tua.
Cholil  (1996) yang dikutip Jalil (2010) melihat ada  empat  hal  pokok  dalam  mengkaji  kesehatan reproduksi seorang perempuan. Hal-hal ini antara lain:
1.   Kesehatan  reproduksi  dan  seksual (reproductive and sexual health);
2. Penentuan dalam keputusan reproduksi  (reproductive decision making);
3. Kesetaraan  laki-laki  dan  perempuan (equality and equity for men and women); dan
4.  Keamanan  reproduksi  dan  seksual (sexual and reproductive security).

Dari  permasalahan  di  atas  maka  perlu  dilakukan  perubahan  dan pendekatan  dalam  menangani  masalah  kebijakan  dalam  bidang  kesehatan reproduksi ini diantaranya :
1.      Peningkatan kondisi kesehatan perempuan dan peningkatan kesempatan kerja
Hal  ini  dilakukan  dalam  upaya  untuk  meningkatkan  usia  kawin  dan melahirkan, sehingga resiko selama kehamilan akan menurun.
2.      Pendekatan target pada program KB harus disertai dengan adanya tenaga dan peralatan medis yang cukup. Hal ini    untuk mencegah terjadinya mal  praktek karena keinginan untuk mencapai target.
3.      Peningkatan  partisipasi  laki-laki  dalam  menurunkan  angka  kelahiran.
Tidak hanya perempuan yang dituntut untuk mencegah kehamilan, tetapi juga laki-laki, karena pada saat ini sudah  tersedia beberapa  alat kontrasepsi untuk laki-laki. 
4.      Penyadaran  akan  kesetaraan  dalam  menentukan  hubungan  seksual dengan  laki-laki.  Penyadaran  bahwa  perempuan  berhak  menolak berhubungan seksual dengan laki-laki, meskipun laki-laki tersebut  suaminya, bila  hal  itu  membahayakan  kesehatan  reproduksinya  (misalnya  laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS).
5.      Penyuluhan  tentang  jenis,  guna,  dan  resiko  penggunaan  alat  kontrasepsi
Baik  alat  kontrasepsi  modern  maupun  tradisional  perlu  diperkenalkan  kegunaan dan  resikonya  kepada  perempuan.  Dengan  demikian  perempuan  dapat menentukan alat kontrasepsi mana yang terbaik untuk dirinya.
6.      Penyuluhan tentang HIV/AIDS dan PMS (penyakit menular seksual) kepada perempuan.
7.      Pendidikan seks pada remaja perempuan dan laki-laki.
Kebijakan  kesehatan  yang  menghormati  hak  perempuan  atas  tubuhnya, dalam jangka panjang akan memberikan kontribusi  yang nyata dalam  mengatasi masalah kependudukan, dengan resiko yang jauh lebih kecil dibanding kebijakan kependudukan menggunakan kontrasepsi modern (Jalil, 2010)

SIMPULAN
           Peningkatan pemberdayaan perempuan terutama dalam bidang kesehatan dan kesehatan reproduksi menjadi sangat diperlukan karena peran perempuan dalam kesehatan sangat vital terutama dalam mendukung kesehatan anakdan keluarga pada umumnya. Perempuan memiliki fungsi penyedia kesehatan (health provider) bagi anggota keluarga, dan sebagai agen sosialisasi nilai-nilai hidup sehat. Perempuan dengan kondisi kesehatan reproduksi yang baik akan berdampak pada kualitas kehamilan dan kelahiran yang baik (aman) dan juga akan dapat melahirkan seorang bayi yang sehat  sehingga akan lahirlah generasi baru yang sehat dan menjadi aset pembangunan.
  
DAFTAR PUSTAKA

Fatimaningsih, Endry. 2008. Analisis Situasi Dan Kondisi Perempuan Dalam Perspektif Gender Di Kabupaten Lampung Tengah . Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat Unila. 75-81
http://m.femina.co.id/webforum/sunat perempuan, melindungi atau melukai?(diakses 20 Maret 2014)
http://Kelurahanpondokbambu/sekilas tentang pemberdayaan perempuan (diakses 20 Maret 2014)
http://sirusa.bps.go.id/angka kematian ibu  (diakses 13 Maret 2014)
http://www.aborsi.org/statistik aborsi 2014 (diakses tanggal 21 Maret 2014)
http://Terbitan.litbang.depkes.go.id/Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007) (diakses 20 Maret 2014)
http://www.un.org/womenwatch/cedaw (diakses 14 Maret 2014)
http://www.bappenas.go.id/laporan pencapaian tujuan pembangunan 2012 (diakses 14 Maret 2014)
Jalil, Dkk. 2010. Perempuan Dan Kesehatan Reproduksi
Nur khasanah, 2010 . Dampak persepsi budaya terhadap kesehatan reproduksi ibu dan anak di Indonesia. Jurnal Muwazah
PBB, 2003. Guidelines on Women’s Empowerment . http://www.un.org/popin/unfpa/taskforce/guide/iatfwemp.gdl.html (diakses 20 Maret 2014)
Prahastiwi, Utari. 2011. Studi Eksperimen Film ‘Pertaruhan’ terhadap Pemahaman Keamanan Kesehatan Reproduksi di Kalangan Mahasiswi Prodi Ilmu Komunikasi. Jurnal Semai Komunikasi. I:93-109
Saptandari, Pinky, 2010. Lima Tingkat Pemberdayaan Perempuan, Jurnal Masyarakat dan Kebudayaan Politik .Universitas Airlangga Surabaya. 12:22-38
Siswono, 2005. Hari Kartini, Kesehatan Reproduksi Perempuan, dan Amandemen
           UU Kesehatan. http://www.kompas.co.id (diakses 20 Maret 2014)

Yanti , NH,  2011. Pengaruh Budaya Akseptor KB terhadap Penggunaan Kontrasepsi IUD di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.Medan.






  
DAFTAR SINGKATAN

AKI                             Angka Kematian Ibu
AIDS                          Acute Immuno Deficiency Syndrome
CEDAW                     Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women)
HIV                             Human Immunodeficiency Syndrome
KB                              Keluarga Berencana
MDGs                         Millenium Development Goals
PBB                            Perserikatan Bangsa-Bangsa
PUS                             Pasangan Usia Subur
PMS                            Penyakit Menular Seksual
SDKI                          Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia





MANAJEMEN RAMADHAN

                                                               Manajemen Ramadhan


Banyak hal dalam kehidupan orang beriman khususnya di bulan Ramadhan yang harus dimenej dengan baik, diantaranya:

1. Manajemen Hati.
Untuk mencapai amal yang berkualitas, seorang mukmin harus memiliki hati yang bersih. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:

إن فى الجسد مضغة، إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله، ألا وهي القلب. متفق عليه

Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging; jika ia baik maka baik pula seluruh tubuh, dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh tubuh. Segumpal daging itu adalah qalbu. (Muttafaq alaih)

Dengan hati yang bersih, seorang mukmin memulai puasa Ramadhan dan melaksanakan semua amaliyah Ramadhan dengan niat yang ikhlas yaitu mendapatkan ridha Allah swt. semata. Dengan hati yang bersih, ia lebih mudah menerima nasihat selama bulan Ramadhan. Dan dengan hati yang bersih pula, ia lebih bisa menahan hawa nafsu serta dorongan-dorongan untuk berbuat maksiyat lainnya.

2. Manajemen Waktu
Kita banyak menjumpai ayat-ayat Al-Quran yang menyebutkan bahwa Allah swt bersumpah dengan waktu. Perhatikan saja firman-firman Allah yang berisi tentang sumpah dengan waktu shubuh, dhuha, siang, sore, malam dan seterusnya. Hal ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan waktu di sisi Allah dan betapa pentingnya memperhatikan waktu.

Ibadah Ramadhan adalah ibadah yang sangat ketat aturan waktunya. Hal-hal yang terkait dengan waktu dan penting untuk diperhatikan selama menjalankan shiyam Ramadhan diantaranya: penentuan awal dan akhir Ramadhan, sahur, ifthar (berbuka), qiyamullail, itikaf dan sebagainya. Sementara itu, ada ibadah-ibadah yang dapat dilakukan sepanjang waktu, seperti: dzikrullah, tilawah Al-Quran, thalabul ilmi (mencari ilmu), itham (memberi makan/ifthar), infaq dan sebagainya.

Oleh sebab itu, orang mukmin yang berpuasa harus memenuhi bulan Ramadhan dengan ibadah dan amal shalih secara maksimal. Jangan sampai ada hari atau detik yang terlewati sementara tidak ada kebaikan atau pahala yang bisa didapatkan. Sangat rugi orang yang mengisi siang hari Ramadhan dengan main kartu atau tidur semata dan amat sangat rugi orang yang menghabiskan malam-malam bulan Ramadhan dengan begadang atau menghitung laba bisnis duniawi semata atau digunakan untuk tidur semalam suntuk.

عن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ: (كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ) وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ. رواه البخاري

Abdullah bin Umar ra berkata: Rasulullah saw pernah memegang pundakku lalu bersabda, Hiduplah di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang menyeberang jalan. Kemudian Ibnu Umar berkata: Apabila kamu berada di waktu sore, maka jangan menunggu datangnya waktu pagi. Dan apabila kamu berada di waktu pagi, maka jangan menunggu datangnya waktu sore. Manfaatkan sehatmu sebelum datang sakitmu dan manfaatkan hidupmu sebelum datang kematianmu. (Hr. Bukhari)

Dengan manajemen waktu yang baik selama Ramadhan, diharapkan seorang mukmin menjadi orang yang disiplin, tepat waktu dan menghargai waktu dengan harga yang sangat mahal.

3. Manajemen Tenaga.
Ibadah di bulan Ramadhan membutuhkan energi fisik yang besar. Di siang hari, kita harus menahan lapar karena berpuasa. Padahal aktivitas ubudiyah tidak boleh berkurang, bahkan harus ditingkatkan dari bulan-bulan sebelumnya. Sementara di malam hari, kita harus mengurangi jatah istirahat/tidur sebab ada qiyam Ramadhan serta tadarus Al-Quran yang sering sampai larut.

Oleh sebab itu, untuk sempurnanya ibadah di bulan Ramadhan dibutuhkan kondisi fisik yang baik. Karenanya kita harus menghemat energi agar tidak terbuang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat atau duniawi semata serta mengharuskan kita untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang benar-benar halal dan thayyib, minimal tidak menimbulkan gangguan terhadap tubuh selama berpuasa.

Selain itu, puasa bukanlah sarana untuk memperlemah dan menyaikit fisik orang mukmin. Justru sering terbukti bahwa berbagai penyakit manusia dapat disembuhkan dengan cara berpuasa.

Oleh karena itu, sahur dan ifthar menjadi keharusan untuk dilakukan oleh orang yang berpuasa agar tubuhnya tetap mendapatkan hak selama bulan Ramadhan.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً) الترمذى

Dari Anar ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, Barsahurlah, sebab sesungguhnya pada makan sahur itu ada berkahnya. (hr. Tirmidzi)

Dengan memenej energi secara baik selama bulan Ramadhan, maka diharapkan seorang mukmin menjadi sehat jasmani sehingga mampu memikul beban ibadah dan dakwah di luar Ramadhan.

4. Manajemen Harta.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ (رواه البخاري)

Dari Ibnu Abbars ra, ia berkata, Rasulullah saw adalah orang yang paling pemurah. Dan sifat pemurah beliau itu semakin bertambah pada bulan Ramadhan ketika didatangi oleh Jibril. Jibril selalu mendatangi beliau setiap malam di bulan Ramadhan, lalu bertadarus Al-Quran dengan Rasulullah. Sesungguhnya Rasulullah saw. sangat pemurah dengan kebaikan melebihi kebaikan angin yang berhembus. (hr. Bukhari).

Hadits diatas mengajari kita untuk memiliki sifat hubbul infaq (cinta infaq) dengan segala bentuk kebaikan kepada orang lain terutama di bulan Ramadhan. Infaq di bulan Ramadhan bisa berupa; menunaikan zakat, ifthar shoim (memberi makan berbuka kepada orang yang berpuasa), kafalah yatim (memberi santunan kepada anak yatim), kiswatul Ied (memberi pakaian hari raya kepada orang lain) atau bentuk kebaikan lainnya.

Sementara itu, dalam realita kehidupan masyarakat muslim kita menjumpai peningkatan anggaran belanja selama bulan Ramadhan melebihi bulan-bulan sebelumnya. Peningkatan itu biasanya digunakan untuk meningkatkan menu berbuka dan sahur, mempercantik rumah, membeli makanan dan minuman untuk hidangan tamu iedul fitri, ongkos transportasi mudik plus oleh-olehnya, pakaian hari raya dan lain-lain.

Dengan demikian, diperlukan manajemen keuangan yang tepat selama bulan Ramadhan. Tujuannya agar harta yang kita miliki tidak habis untuk memenuhi kebutuhan jasmani semata. Tetapi ada diantaranya yang disimpan di rekening bank ukhrawi, dan hanya itulah harta kita yang sesungguhnya.

5. Manajemen Keluarga
عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا دخل العشر الاواخر أحيى الليل، وأيقظ أهله، وشد المئزر. رواه البخاري ومسلم

Dari Aisyah ra, bahwasanya Nabi saw. apabila telah memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan); beliau menghidupkan waktu malam, membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat sarungnya. (hr. Bukhari dan Muslim).

Selama bulan Ramadhan, suasana keluarga harus dikondisikan untuk mematuhi dan menghormati bulan suci. Sehingga meskipun di dalam sebuah keluarga  terdapat anggota yang tidak berpuasa, namun kondisi umum dalam rumah tersebut harus tetap dalam suasana berpuasa. Meskipun hubungan antara suami dan istri tidak sebebas seperti di luar Ramadhan, namun kaharmonisan antara keduanya tetap harus dijaga. Di bulan Ramadhan, keharmonisan keluarga bukan semata-mata ketika makan sahur dan berbuka bersama. Tetapi keharmonisan itu juga dapat tercipta ketika semua anggotanya melakukan qiyam Ramadhan, tadarus Al-Qur"an, itikaf di masjid pada sepuluh malam terakhir dan lain-lain.

Kita semua menyadari bahwa yang berkuasa untuk melakukan taliful qulub (menyatukan hati) hanyalah Allah swt. Oleh sebab itu, kita harus banyak memohon kepada Allah agar hati-hati semua anggota keluarga dijadikan-Nya menyatu dengan cara mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan demikian, Ramadhan menjadi sarana yang tepat untuk menjalin keharmonisan keluarga.

Wallahu alam bishshawab.

Oleh: Ust. Farid Dhofir, Lc.M.Si.


(Dalam Islamic Short Course Ramadhan 2008)